Jumat, 22 April 2011

Mutiara Kasih Ibu


Kata yang paling indah dibibir umat manusia adalah “ibu”, dan panggilan paling indah adalah “ibuku”. Ini adalah kata penuh harapan dan cinta, kata manis dan baik yang keluar dari kedalaman hati.
Suatu ketika ada seorang anak yang melihat ibunya yang menangis. Ia bertanya “Mengapa ibu menangis?”. Sang ibu menjawab, “Sebab ibu adalah seorang wanita, nak”. “Aku tak mengerti?” kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. “Nak, kamu memang tak akan mengerti”, bisik sang ibu lirih.
Kemudian, anak itu bertanya kepada ayahnya “Ayah, mengapa ibu menangis? Sepertinya ibu menangis tanpa ada sebab yang jelas.” Sang ayah menjawab “Semua wanita memang menangis tanpa alasan”.
Seiring berjalannya waktu, sang anak menjadi remaja, dan masih bertanya-tanya, mengapa wanita menangis.
Pada suatu malam ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan.
“Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?”
Dalam mimpinya Tuhan menjawab, “Saat Ku ciptakan wanita, Aku membuatnya sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan beban dunia dan isinya, walaupun juga bahu itu cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.
Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau sering pula ia kerap berulang kali menerima cerca dari anaknya itu.
Kuberikan keperkasaan, yang akan tetap membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah, saat semua orang sudah putus asa.
Pada wanita kuberikan kesabaran, untuk merawat keluarganya, walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa keluh kesah.
Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih saying, untuk mencintai semua anaknya dalam kondisi apapundan dalam situasi apapun. Walau tak jarang anak-anaknya itu melukai persasaannya, melukai hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.
Kuberikan kepadanya kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa sulit, dan menjadi pelindung baginya. Sebab, bukankah tulang rusuklah yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak?
Kuberikan kepadanya kebijaksanaan dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan, bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya.
Walau sering kali pula, kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi dan saling menyayangi.
Dan akhirnya, Kuberikan air mata agar mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan pada wanita, agar dapat digunakan kapanpun diinginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya air mata ini adalah air mata kehidupan.”
Maka dekatkanlah diri kita pada sang ibu kalau beliau masih hidup, karena di kakinyalah kita menemukan surga.
Kasih ibu seperti lingkaran, tak berawal dan tak berakhir.
Kasih ibu itu seperti berputar dan senantiasa meluas, menyentuh setiap orang yang ditemuinya. Mellingkupi seperti kabut pagi, menghangatkan seperti mentai siang dan menyelimutinya seperti bintang malam.
Semoga Yang Maha Kuasa mengampuni dosa-dosanya. Amin..

Eight Lies of Mother


1. Cerita ini dimulai ketika aku masih kecil, saya terlahir sebagai anak lelaki dari sebuah keluarga miskin. Yang terkadang untuk makan pun kami sering kekurangan. Kapan pun ketika waktu makan, ibu selalu memberikan bagian nasinya untuk saya. Ketika beliau mulai memindahkan isi mangkuknya ke mangkuk saya, dia selalu berkata “Makanlah nasi ini anakku. Aku tidak lapar”. Ini adalah kebohongan ibu yang pertama.
2. Ketika aku mulai tumbuh dewasa, dengan tekun ibu menggunakan waktu luangnya untuk memancing di sungai dekat rumah kami. Dia berharap jika dia mendapat ikan, dia dapat memberi aku sedikit makanan yang bergizi untuk pertumbuhanku. Setelah memancing, dia akan memasak ikan tersebut menjadi sup ikan segar yang meningkatkan selera makanku. Ketika aku memakan ikan tersebut, ibu akan duduk disebelahku dan memakan daging sisa ikan tersebut, yang masih menempel pada tulang ikan yang telah aku makan. Hatiku tersentuh sewaktu melihat hal tersebut, aku menggunakan supitku dan memberikan potongan ikan yang lain kepadanya. Tetapi dia langsung menolaknya dengan segera dan mengatakan “Makanlah ikan itu nak, aku tidak seberapa menyukai ikan”. Itu adalah kebohongan ibu yang kedua.
3. Kemudian, ketika aku berada di bangku sekolah menengah, untuk membiayai pendidikanku, ibu pergi ke sebuah badan ekonomi (KUD) dan membawa kerajinan dari korek api bekas. Kerajinan tersebut menghasilkan sejumlah uang untuk menutupi kebutuhan kami. Ketika musim semi datang, aku terbangun dari tidurku dan melihat ibuku yang masih terjaga, dan ditemani cahaya lilin kecil dan dengan ketekunannya dia melanjutkan pekerjaan menyulamnya. Aku berkata “Ibu, tidurlah, sekarang sudah malam, besok pagi ibu masih harus pergi bekerja”. Ibu tersenyum dan berkata “Pergilah tidur, sayang. Aku tidak lelah.” Itu adalah kebohongan ibu yang ketiga.
4. Pada saat Ujian Akhir, ibu meminta ijin dari tempat ia bekerja hanya untuk menemaniku. Pada saat siang hari dan matahari terasa sangat menyengat, dengan tabah dan sabar ibu menunggu ku dibawah terik sinar matahari untuk beberapa jam lamanya. Dan setelah bel berbunyi, yang menandakan waktu ujian telah berakhir, ibu dengan segera menyambutku. Beliau memberikan ku segelas teh yang telah beliau siapkan sebelumnya di botol dingin. Kentalnya teh terasa tidak sekental kasih sayang dari ibu yang terasa sangat kental. Melihat ibu menutup botol tersebut dengan rasa haus, langsung saya memberikan gelasku dan memintanya untuk minum juga. Ibu berkata “Minumlah nak, ibu tidak haus!”. Itu kebohongan ibu yang keempat.
5. Setelah kematian ayahku yang disebabkan oleh penyakit, ibuku tersayang harus menjalankan perannya sebagai orang tua tunggal. Dengan mengerjakan tugasnya terlebih dahulu, dia harus mencari uang untuk memenuhi kebutuhan kami sendiri. Hidup keluargaku semakin kompleks. Tak ada hari tanpa kesusahan. Melihat keadaan keluargaku pada saat itu yang semakin memburuk, ada seorang paman yang tinggal dekat rumahku datang untuk menolong kami, baik masalah yang besar dan masalah yang kecil. Tetangga kami yang lain yang tinggal dekat dengan kami melihat kehidupan keluarga kami sangat tidak beruntung. Mereka sering menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang sangat keras kepala, tidak memperdulikan nasehat mereka. Dia berkata “Saya tidak butuh cinta”. Itu adalah kebohongan ibu yang kelima.
6. Setelah saya menyelesaikan pendidikan dan mendapat sebuah pekerjaan, itu adalah waktu bagi ibuku untuk beristirahat. Tetapi dia tetap tidak mau, dia sangat bersungguh-sungguh pergi ke pasar setiap pagi hanya untuk menjual beberapa sayuran untuk memenuhi kebutuhannya. Saya yang bekerja di kota lain, sering mengirimkan beliau sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhannya, tetapi beliau tetap keras kepala untuk tidak menerima uang tersebut. Beliau sering mengirim kembali uang tersebut kepadaku. Beliau berkata “Saya punya cukup uang”. Itu adalah kebohongan ibu yang keenam.
7. Setelah lulus dari program sarjana, kemudian saya melanjutkan pendidikan saya ketingkat Master. Saya mengambil pendidikan tersebut, dibiayai oleh sebuah perusahaan melalui sebuah program beasiswa, dari sebuah Universitas terkenal di Amerika. Akhirnya saya bekerja di perusahaan tersebut. Dengan gaji yang lumayan tinggi, saya berniat untuk mengambil ibu dan mengajaknya untuk tinggal di Amerika. Tetapi ibuku tersayang tidak mau merepotkan anak lelakinya. Beliau berkata kepadaku “Saya tidak terbiasa”. Itu adalah kebohongan ibu yang ketujuh.
8. Sewaktu memasuki masa tuanya, ibu terkena kanker tenggorokan dan harus dirawat di rumah sakit. Saya yang terpisah sangat jauh dan terpisah oleh lautan, segera pulang kerumah untuk mengunjungi ibuku tersayang. Beliau terbaring lemah ditempat tidurnya selepas selesai menjalankan operasi. Ibu yang terlihat sangat tua, menatapku dengan tatapan rindu yang dalam. Beliau mencoba memberikan senyum di wajahnya meskipun terlihat sangat menyanyat dikarenakan penyakit yang dideritanya. Itu sangat terlihat jelas bagaimana penyakit tersebut menghancurkan tubuh ibuku, dimana beliau terlihat lemas dan kurus. Saya mulai mencucurkan air mata di pipi dan menangis. Hatiku sangat terluka, teramat sangat terluka, melihat ibuku dengan keadaan yang demikian. Tetapi ibu, dengan segala kekuatannya, berkata “Jangan menangis, anakku sayang, ibu tidak sakit. Itu adalah kebohongan ibu yang kedelapan.

Setelah mengatakan kedelapan kebohongannya, ibuku tersayang menutup matanya untuk selamanya.

Abdullah Hadrami